BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam suatu pendidikan jangan hanya
dituangkan pengetahuan semata – mata
kepada anak didik, tetapi harus juga diperhatikan pembinaan moral, sikap
dan tingkah laku. Oleh karena itu, dalam setiap pendidikan pengetahuan harus
ada pendidikan moral dan pembinaan kepribadian yang sehat. Dasar dan tujuan
pendidikan moral biasanya ditentukan oleh pandangan hidup dari lembaga
pendidikan itu sendiri, serta juga harus sesuai dengan dasar dan tujuan negara.
Kalau negara itu berdasarkan Demokrasi, maka pendidikan yang dilakukan terhadap
anak – anak juga bertujuan membina jiwa demokrasi. Begitu juga halnya kalau
negara itu berdasarkan Otokratis, Ketuhanan.
Karena negara kita berdasarkan
Pancasila, maka pendidikan harus bertujuan mempersiapkan anak didik untuk dapat
menerima Pancasila dan menjadikan Pancasila sebagai dasar hidupnya. Untuk itu,
pendidikan di sekolah harus ditujukan pada anak didik kesadaran-kesadaran
sebagai berikut :
Ø Kepercayaan
dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ø Sikap
dan tindakan harus sopan - santun dan berkeprimanusiaan.
Ø Rasa
cinta terhadap bangsa dan Tanah Air.
Ø Menumbuhkan
jiwa Demokratis.
Ø Rasa
keadilan, kejujuran, kebenaran dan menolong orang lain.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
tentang konsepsi pendidikan itu ?
2. Apa
saja tujuan dan fungsi pendidikan ?
3. Bagaimanakah
model dan peranan dalam pendidikan ?
4. Peranan
pendidikan apa saja yang digunakan dalam pembentukkan kepribadian diri
seseorang itu ?
5. Proses
yang bagaimana yang digunakan dalam pembentukkan kepribadian didalam masyarakat
?
6. Apa
saja faktor – faktor yang dapat membentuk kepribadian ?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui beberapa konsepsi tentang pendidikan.
2. Untuk
mengetahui dan memahami apa saja tujuan dan fungsi pendidikan itu.
3. Supaya
kita mengetahui model dan peran dalam pendidikan.
4. Agar
kita mengerti tentang peranan pendidikan itu seperti apa.
5. Agar
kita mengetahui proses yang seperti dan bagaimana dalam pembentukkan
kepribadian didalam masyarakat.
6. Supaya
mengerti tentang faktor yang dapat membentuk kepribadian seseorang itu.
BAB II
Peranan Pendidikan
dalam Proses Sosialisasi dan Pembentukkan Kepribadian
didalam Masyarakat
A.
Beberapa
Konsepsi Tentang Pendidikan[1]
Masyarakat dunia termasuk di negara
Indonesia telah membutuhkan pendidikan. Dilain pihak, telah ada usaha – usaha
melayani kebutuhan masyarakat konsumen pendidikan itu sedemikian rupa demi
kemajuan masyarakat.
Banyak pihak, baik itu masyarakat
ataupun para generasi belajar akhirnya
menjadi bingung dan kecewa setelah mereka mengamati dan menikmati pendidikan
kita. Bahkan mereka ada yang meragukan tentang fungsi dan arti pendidikan kita.
Mereka telah mati – matian menempuh dan membiayai pendidikan, namun akhirnya
tidak dapat bekerja menurut pengalaman serta lapangan kerja yang ada. Dengan pendidikan,
toh mereka tidak mendapatkan atau menemukan kebahagiaan dan kesejahteraan
hidup.
Salah satu sebab ketidakpuasan atau
kekecewaan terhadap pendidikan adalah
karena simpang siurnya konsepsi pendidikan. Namun demikian, seharusnya tidak
usah bingung akibat adanya berbagai konsepsi tentang pendidikan. Kebingungan
semacam itu dapat mengakibatkan kekaburan
arah pekerjaan dan pendidikan.
Suatu konsepsi yang telah lazim,
dianut oleh masyarakat kita mengenai pendidikan adalah konsepsi yang
mengatakan, bahwa pendidikan adalah hasil
peradaban suatu bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu
yang diwariskan secara turun menurun dari generasi yang satu kepada generasi
berikutnya. Yang jelas, apabila suatu masyarakat membangun pendidikan dengan
bertolak dari konsepsi pendidikan itu, maka kemajuan pendidikan akan ditentukan
oleh tingkat peradaban masyarakat yang bersangkutan. Akibatnya, masyarakatlah
yang memajukan pendidikan, sedangkan pendidikan itu sendiri tidak memajukan
masyarakat.
Dunia pendidikan kita pernah
bertolak dari konsepsi pendidikan yang dikemukakan oleh M.Y. Langeveld sebagai
pemberian bimbingan dan pertolongan rohani dari orang dewasa kepada mereka yang
masih memerlukannya, untuk membawa mereka ketingkat kedewasaannya. Ini berarti,
bahwa pendidikan memerlukan interaksi atau pergaulan antara pendidik sebagai
orang dewasa dengan anak didik sebagai pihak yang perlu dibimbing dan ditolong.
Salah satu segi positif dari penggunaan konsepsi ini adalah bahwa belajar anak
didik cukup terpimpin dan terarah kepada tujuan yang hendak dicapai.
Problematika daripada konsep ini, antara lain :
Ø Tujuan
yang hendak dicapai itu apakah benar – benar sesuai dengan sifat dan hakikat
anak didik ?
Ø Memang
berdasarkan konsepsi itu, pendidikan ditujukan agar dikemudian hari anak didik
menjadi dewasa, namun seberapa pesat kemajuan usaha mendewasakan anak didik
itu, sedangkan proses pendewasaan itu sendiri memerlukan interaksi dengan orang
dewasa ?
Ø Dengan
tuntutan untuk selalu berinteraksi
dengan orang dewasa untuk memperoleh bimbingan dan pertolongan, apakah
tidak membentuk kebiasaan pada anak didik untuk selalu tergantung ?
Menurut hemat kami, pendidikan
adalah proses pengalaman yang
menghasilkan pengalaman yang memberikan
kesejahteraan pribadi, baik lahiriah maupun batiniah.
Dari konsepsi diatas, pendidikan bukan sekedar bimbingan
dan bukan pula sekedar daya upaya. Pendidikan tidak selalu menuntut pelibatan
orang dewasa, sebab pendidikan dapat pula dilaksanakan oleh diri kita sendiri.
Pendidikan merupakan suatu proses, sebab
pendidikan bukan sekedar interaksi antara anak didik dengan pendidik dimana
anak pasif, melainkan dalam pendidikan terjadi interaksi yang kompleks antara
anak didik dengan lingkungannya, baik lingkungan personal maupun non – personal.
Dalam batasan diatas terdapat dua
perkataan pengalaman, keduanya mengandung arti atau maksud yang berbeda.
Istilah pengalaman yang pertama dapat diartikan sebagai interaksi diri pribadi
dengan lingkungan. Delam interaksi ini, seseorang belajar secara aktif dan
interaktif dengan lingkungannya, sehingga lingkungan itu sendiri berubah dalam
diri sipelajar. Istilah pengalaman yang kedua dalam rumusan konsep diatas dapat
diartikan sebagai hasil daripada belajar. Dengan demikian, istilah pengalaman
dapat diartikan sebagai proses dan sebagai hasil belajar. Pengalaman sebagai
hasil belajar meliputi tiga aspek, yaitu :
Ø Pengalaman
yang berupa pengetahuan.
Ø Pengalaman
yang berupa ketrampilan.
Ø Pengalaman
yang berupa sikap atau nilai.
Tidak setiap hasil belajar dapat
memberikan kesejahteraan bagi manusia. Dengan demikian, ada pengalaman yang
membahagiakan, ada pengalaman yang menumbuhkan manusia idealis dan bahkan ada
pengalaman yang menyedihkan. Dalam hal ini, pendidikan terarah kepada
perwujudan kesejahteraan pribadi, baik lahiriah maupun batiniah.
Konsepsi pendidikan memang
memerlukan pengkajian dilapangan. Dalam hal ini, kita perlu berfikir secara
hati – hati dalam usaha mengkaji serta menerapkan sesuatu konsepsi dalam dunia
pendidikan. Dilain pihak, kitapun perlu memiliki keberanian untuk
mempertimbangkan serta mencoba menerapkan konsepsi pendidikan tertentu yang
dirasa positif dan relevan dengan usaha – usaha pembangunan pada masa kini.
Dalam abad ke – 20 ini telah
terjadi perubahan – perubahan besar mengenai konsepsi pendidikan. Akibat dari
perubahan – perubahan itu membawa perubahan – perubahan
pula terhadap cara mengajar – belajar disekolah khususnya, dan pada metode dan
prosedur pendidikan pada umumnya. Dari cara pengajaran lama dimana murid –
murid sekolah harus diajar dengan diberi pengetahuan sebanyak mungkin dalam
berbagai mata pelajaran, berangsur – angsur beralih menuju ke arah
penyelenggaraan sekolah progresif, sekolah kerja, sekolah komprehensif atau
sekolah pembangunan dan sekolah yang menerapkan CBSA ( Cara Belajar Siswa Aktif ). Untuk apakah semua perubahan itu?
pertanyaan ini dapat dijawab secara singkat, bahwa perubahan dan pembaruan
pendidikan adalah untuk mencapai tujuan pendidikan.
B.
Tinjauan
Tentang Tujuan dan Fungsi Pendidikan[2]
Pada hakikatnya pendidikan itu
bukan sekedar merupakan pewarisan budaya dan hasil peradaban manusia. Lebih
daripada itu, pendidikan adalah daya upaya untuk menolong manusia memperoleh
kesejahteraan hidup. Kesejahteraan hidup pribadi dapat dicapai apabila manusia
mengalami perkembangan pribadi secara maksimal. Pendidikan dilangsungkan untuk
membantu perkembangan seluruh aspek kepribadian manusia sehingga dengan
demikian manusia itu dapat mengusahakan kehidupannya sendiri yang sejahtera.
Tujuan pendidikan adalah mewujudkan
pribadi – pribadi mampu menopang diri sendiri ataupun orang lain, sehingga
dengan demikian, terwujudlah kehidupan manusia yang sejahtera. Untuk mencapai
tujuan tersebut, pendidikan berusaha memberikan pertolongan agar manusia mengalami
perkembangan pribadi. Untuk itu pendidikan memerlukan dan memberikan latihan –
latihan karakter, kognisi serta jasmani manusia.
Manusia sendiri pada hakikatnya
merupakan pribadi yang berkembang mengikuti hukum serta kekuatan kodrati yang
telah dianugerahkan oleh Tuhan kepada pribadi itu. Perkembangan pribadi manusia
dapat terhambat ataupun tergantung oleh stimuli lingkungannya. Fungsi
pendidikan adalah memberikan kondisi yang menunjang perkembangan segala aspek
kepribadian manusia. Pendidikan hanyalah sebagai pertolongan agar dengan
potensi dan kapasitas pribadi yang ada, manusia akhirnya dapat hidup mandiri,
bertanggung jawab atas kesejahteraan orang lain.
Ditinjau dari tujuan serta fungsi
pendidikan tersebut, maka kita dapat menimba akan pentingnya pendidikan.
Pendidikan telah menjadi kebutuhan yang penting dan disamping itu juga
merupakan tanggung jawab manusia. Agar manusia dapat mewujudkan kehidupan
sejahtera, maka mereka baik yang memberikan ataupun yang memperoleh pendidikan
hendaknya memiliki pandangan serta pemahamannya tentang kesejahteraan hidup
demi tercapainya tujuan akhir pendidikan. Dengan kata lain, perwujudan manusia
menunjang pencapaian tujuan pendidikan.
C.
Model
dan Peranan[3]
Pola kelakuan anak diperolehnya
melalui proses sosialisasi, yakni dalam situasi - situasi sosial dan interaksi
anak itu dengan manusia lain disekitarnya. Disamping itu ia juga memerlukan “model”, contoh atau teladan pola
kelakuan itu.
Dalam masyarakat tradisional
seperti terdapat di pedesaan yang terpencil, yang disebut Gemeinschaft, peranan setiap orang seperti bapak, ibu, pemuda,
pemudi, pria, wanita, jelas dan dipahami oleh semua. Penyimpanan dari pola
kelakuan segera mendapat teguran dan kecaman dari lingkungan sosialnya. Akan
tetapi dalam masyarakat kota, yang disebut Gesellschaft,
apalagi zaman modern ini, setiap orang harus menjalankan berbagai peranan
menurut berbagai situasi sosial yang dihadapinya.
Dalam masyarakat tradisional orang
tua menjadi teladan atau model bagi generasi muda. Model bagi kelakuan anak
dalam masyarakat kota menjadi sangat kompleks. Komunikasi masa melalui radio,
TV, film, menyodorkan bermacam – macam tokoh yang menjadi idaman – idaman pemuda – pemudi .
Dalam dunia yang kian kompleks ini
anak harus sanggup memainkan aneka ragam peranan dalam bermacam – macam segmen
kehidupan. Untuk itu ia memerlukan berbagai model kelakuan diluar orang tua dan
guru. Untuk situasi sosial yang baru akan diperlakukannya model baru pula.
Dengan demikian, ia akan dapat menyesuaikan kelakuannya dengan apa yang
diharapkan dari padanya dalam berbagai macam posisi dan situasi agar ia jangan
mengalami kesulitan dalam hidupnya. Karena dunia senantiasa berkembang dan
berubah akhirnya setiap orang harus bersedia untuk menyesuaikan peranannya yang
sesuai dengan perkembangan zaman.
D.
Peranan
Pendidikan
1. Peranan
Pendidikan dalam Membina Kepribadian[4]
Pendidikan pada hakikatnya adalah
proses upaya sadar untuk memajukan pertumbuhan segenap potensi pribadi manusia
guna mewujudkan kehidupan yang sejahtera lahir dan batin, dengan penuh rasa
tanggung jawab. Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan, si subyek didik
hendaknya belajar seefektif mungkin sehingga segenap potensi pribadinya mengalami pertumbuhan. Untuk melaksanakan tugas
ini, maka usaha belajar dan membelajarkan manusia dipengaruhi oleh pembawaan
manusia dan lingkungannya.
Manusia membutuhkan kepribadian
yang kuat untuk memajukan hidupnya. Kebutuhan itu diusahakan dipenuhi oleh
adanya pendidikan. Bertolak dari pembatasan arti tentang pendidikan, maka tugas
pendidikan adalah mempersiapkan individu – individu untuk secara bertanggung jawab dapat
memperoleh kesejahteraan hidup, dengan memperlengkapi kepribadian individu –
individu tersebut dengan pembinaan
segenap aspek kepribadian. Oleh karena itu, pendidikan menolong individu untuk
membina moral, karakter, intelektual dan keterampilan individu tersebut
sehingga akhirnya mampu berdiri sendiri. Dalam rangka membina kepribadian yang
demikian, pendidikan memerlukan waktu panjang dan bahkan berlangsung seumur hidup.
Konsepsi pendidikan seumur hidup (life long education) menuntut
partisipasi dari berbagai pihak, bukan hanya sekolah. Sekolah melayani masing –
masing individu dalam waktu serta ruang
lingkup pendidikan yang terbatas dengan kemampuan didik yang terbatas pula.
Kebijaksanaan bangsa dan negara kita telah mendukung konsepsi pendidikan seumur
hidup ini didalam GBHN menurut ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 jo ketetapan MPR
No. IV/MPR/1978 bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan
didalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Berdasarkan ketentuan nasional ini,
maka kebijaksanaan negara kita menetaapkan prinsif – prinsif berikut:
Ø Pembangunan
bangsa dan karakter nasional Indonesia dimulai dengan membangun subyek manusia
Indonesia seutuhnya sebagai perwujudan manusia pancasila. Tipe kepribadian yang
ideal ini menjadi cita – cita pembangunan bangsa dan watak bangsa yang menjadi
tanggung jawab seluruh lembaga negara, bahkan menjadi tanggung jawab masyarakat
dan seluruh warga negara untuk mewujudkannya.
Ø Pembangunan
nasinal Indonesia seutuhnya, secara khusus merupakan tanggug jawab lembaga dan
usaha pendidikan nasional yang pewujudannya dilangsungkan melalui lembaga –
lembaga pendidikan, baik negeri maupun
swasta. Oleh karena itu, maka konsepsi manusia Indonesia seutuhnya merupakan
konsepsi dasar daripada tujuan pendidikan nasional Indosnesia.
Konsepsi pendidikan seumur hidup
bertolak dari suatu keyakinan, bahwa pada hakikatnya pendidikan itu merupakan
proses upaya sadar yang berlangsung sepanjang usia hidup manusia, baik di
lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Dalam hubungan ini, masing – masing
individu wajib untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri. Dari segi peranan
dan tanggung jawab kelembagaan pendidikan merupakan kewajiban dari tiga
komponen atau lembaga pendidikan, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat.
Bertolak dari uraian di atas, maka
pendidikan mendukung dan memantapkan usaha perwujudan manusia Indonesia
seutuhnya seperti yang digariskan oleh bangsa dan negara Indonesia. Pendidikan
membantu pencapaian tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila.
Dengan demikian, pendidikan manusia dan pendidikan nasional tidak dapat
dipisahkan, karena keduanya saling mendukung dan sama – sama berusaha untuk
mencapai tujuan yang sama.
2. Pendidikan
Keluarga dalam Pembentukkan Kepribadian Anak
Pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama antara keluarga masyarakat dan pemerintah. Sehingga orang tua tidak
boleh menganggap bahwa pendidikan anak hanyalah tanggung jawab sekolah. Orang
tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai
lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses
pendidikan. Sehingga orang tua berperan
sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan
lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam
keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam
keluarga. Menurut Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu
pendidikan, bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi
yaitu fungsi dalam perkembangan kepribadian anak dan
mendidik anak di rumah serta fungsi keluarga/orang tua dalam mendukung
pendidikan di sekolah.
Fungsi keluarga dalam pembentukan
kepribadian dan mendidik anak di rumah antara lain :
Ø Sebagai
pengalaman pertama masa kanak-kanak
Ø Menjamin
kehidupan emosional anak
Ø Menanamkan
dasar pendidikan moral anak
Ø Memberikan
dasar pendidikan sosial
Ø Meletakan
dasar-dasar pendidikan agama
Ø Bertanggung
jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak
Ø Memberikan
kesempatan belajar dengan mengenalkan berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang berguna bagi
kehidupannya kelak sehingga ia mampu menjadi manusia dewasa yang
mandiri.
Ø Menjaga
kesehatan anak sehingga ia dapat dengan nyaman menjalankan proses belajar yang
utuh.
Ø Memberikan
kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama sesuai
ketentuan Allah Swt, sebagai tujuan
akhir manusia.
Fungsi
keluarga atau orang tua dalam mendukung pendidikan anak di sekolah :
Ø Orang
tua bekerjasama dengan sekolah.
Ø Sikap
anak terhadap sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap orang tua terhadap sekolah,
sehingga sangat dibutuhkan kepercayaan orang tua terhadap sekolah yang menggantikan tugasnya selama di ruang
sekolah.
Ø Orang
tua harus memperhatikan sekolah anaknya,yaitu dengan memperhatikan
pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya.
Ø Orang
tua menunjukkan kerjasama dalam menyerahkan cara belajar di rumah, membuat pekerjaan rumah dan
memotivasi dan membimbimbing anak dalam belajar.
Ø Orang
tua bekerjasama dengan guru untuk mengatasi kesulitan belajar anak.
Ø Orang
tua bersama anak mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan dimasuki dan
mendampingi selama menjalani proses belajar di lembaga pendidikan.
Untuk dapat menjalankan fungsi
tersebut secara maksimal, orang tua harus memiliki kualitas diri yang memadai,
sehingga anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan. Artinya orang tua
harus memahami hakikat dan peran mereka sebagai orang tua dalam membesarkan
anak, membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang tepat, pengetahuan
tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang perkembangan anak,
sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola pendidikan terutama
dalam pembentukan kepribadian anak. Pendampingan orang tua dalam pendidikan
anak diwujudkan dalam suatu cara-cara orang tua mendidik anak. Cara orang tua
mendidik anak inilah yang disebut sebagai pola asuh. Setiap orang tua berusaha
menggunakan cara yang paling baik menurut mereka dalam mendidik anak. Untuk
mencari pola yang terbaik maka hendaklah orang tua mempersiapkan diri dengan
beragam pengetahuan untuk menemukan pola asuh yang tepat dalam mendidik anak.[5]
3. Pendidikan
adalah Pembinaan Tingkah Laku Perbuatan
Pendidikan adalah suatu proses
dengan mana pembinaan tingkah laku perbuatan dilaksanakan atau dengan kata lain
dengan mana manusia harus belajar berfikir, berperasaan dan bertindak lebih
sempurna dan baik daripada sebelumnya. Dalam usaha mencapai tujuan tersebut,
maka pendidikan harus diarahkan kepada keseluruhan aspek pribadi dan meliputi
aspek jasmani, mental kerohanian maupun aspek moral. Pendidikan harus diarahkan
kepada pemberian pertolongan kepada anak agar pada dirinya terdapat kemampuan
untuk bertingkah atas dasar keputusan akalnya sendiri atau konsiensinya, kata
hatinya sendiri.
Tingkah laku perbuatan manusia anak
harus dihindarkan daripada hanya didasarkan pada penurutan secara membuta,
bentuk – bentuk kebiasaan yang kaku serta prasangka – prasangka yang tidak
beralasan.
Pendidikan harus diarahkan kepada
anak agar padanya ada kesadaran pribadi dan kesadaran bertanggung jawab akan
segala akibat tingkat perbuatannya.
4. Pendidikan
adalah Pendidikan Diri Pribadi
Setiap badan atau lembaga
pendidikan, tiada terkecuali sekolah, harus berusaha mengembangkan pada diri
pribadi setiap anak agar selalu menggunakan daya kemampuan inisiatif, kreatif
serta aktivitasnya dan agar mendasarkan tingkah laku usahanya pimpinan kata
hatinya sendiri.
Dari pendidikan maupun dari badan
atau lembaga pendidikan anak harus mendapatkan kesempatan untuk belajar,
memikul tanggung jawab bagi kelangsungan pendidikan dan perkembangan diri
pribadinya. Tagore menyatakan bahwa pendidikan sebenarnya pendidikan diri
sendiri atau diri pribadi.
5. Pendidikan
diperanankan di Berbagai Pusat Badan atau Lembaga
Sesuai dengan pandangan bahwa
pendidikan tugas yang harus dilaksanakan oleh lembaga atau badan pendidikan
yang diakui dan diberi hak hidup dan dilindungi Undang – Undang yang tertulis
maupun yang tidak dalam kehidupan sosial tertentu. Dengan demikian, disamping
lembaga pendidikan sekolah maka keluarga masyarakat dengan segala macam
lembaganya menerima tugas kewajiban untuk mendidik manusia yang menjadi
anggotanya, baik yang sudah dewasa maupun anak – anak. Sedangkan tugas sekolah
ialah sesuai dengan tempat kedudukannya sebagai lembaga pendidikan perantara,
maka haruslah merupakan lembaga pemersatu dan harus mempertinggi,
menyempurnakan dan mengkoordinasikan segala usaha kerja pendidikan dari lembaga
keluarga dan lembaga kemasyarakatan yang lainnya.
6. Pendidikan
diarahkan Kepada Keseluruhan Aspek Kebudayaan dan Kepribadian
Dalam melaksanakan tugas
kewajibannya pendidikan, maka pendidik serta segala macam badan lembaga
pendidikan yang berfungsi harus mengakui kepribadian dan menggalang adanya
kesatuan segala aspek kebudayaan ethis – moral, sosial, ekonomi dan kesenian
kecerdasan serta politik kewarganegaraan didalam nama manusia. Anak membutuhkan
latihan dalam menggunakan kecerdasannya dan saling pengertiannya.
Dengan demikian, segala usaha
pendidikan harus diarahkan kepengembangan pada diri anak manusia kesegala segi
kehidupan pribadinya, baik segi mental, moral, spirit ataupun segi fisik –
jasmaniahnya dan juga intelektualnya, sehingga mereka mampu mengambil bagian
yang aktif dalam kehidupan sehari –hari seefektif dan seefesien mungkin. Dan
dari pribadi sedemikian ini, duharapkan suatu sumbangan pengabdian terhadap
terselenggaranya kesejahteraan orang lain dan menjadikan hidupnya lebih
berbahagia dan baik.
Aspek
– aspek kehidupan tersebut telah dirumuskan oleh Edward Spranger, sebagai
berikut :
Ø Intelektual
– manusia theoretis.
Ø Sosial
– manusia pengabdi.
Ø Estetis
– manusia seni.
Ø Politik
– manusia kuasa.
Ø Agama
– manusia shaleh.
Ø Ekonomi
– manusia untung.
Dari perumusan ini, dapat
disimpulkan bahwa kenyataan subyektif merupakan perwujudan pencerminan daripada
kenyataan obyektif. Artinya apa yang hidup dalam batin manusia pribadi
merupakan perwujudan dari kenyataan yang hidup dalam masyarakatnya.
Dari keenam lapangan hidup tersebut
Prof. A. Sigit menambahkan satu lapangan hidup lagi dimana akan dibina manusia
cinta kasih yaitu lapangan hidup berkeluarga sehingga menjadi tujuh lapangan
hidup.
Ditinjau dari pandangannya maka dia
dapat dimasukkan kepada aliran pendidikan yang kita kenal dengan aliran
empirisme atau envirommentalisme, dimana menekankan pengaruh faktor lingkungan
terhadap berhasilnya suatu proses pendidikan.[6]
E.
Proses
Sosialisasi dan Pembentukkan Kepribadian didalam Masyarakat[7]
Menurut Yinger, kepribadian adalah keselurahan perilaku individu dengan
sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi.
Ungkapan sistem kecenderungan tertentu tersebut menyatakan bahwa setiap orang
mempunyai cara berperilaku yang khas, seperti sikap, bakat, adat, kecakapan,
kebiasaan dan tindakan yang sama setiap hari. Sementara ungkapan interaksi
dengan serangkaian situasi menyatakan bahwa perilaku merupakan produk gabungan
dari kecenderungan perilaku seseorang dan situasi perilaku yang dihadapi
seseorang. Contah, sekali waktu Andi berbohong pada orang tuanya untuk menutupi
nilai ulangannya yang jelek. Karena orang tuanya percaya lain waktu Andi
berbohong lagi. Tindakan berbohongnya itu ia ulangi terus menerus pada situasi
yang hampir sama sehingga membentuk pola perilaku dan menjadi kepribadiannya.
Dalam sosiologi, istilah
kepribadian dikenal dengan sebutan diri ( self
). Sosialisasi bertujuan untuk membentuk
diri seseorang agar dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan nilai dan
norma yang dianut oleh masyarakat dimana ia tinggal.
Menurut George Herbert Mead dalam
bukunya Mind, Self and Society ( 1972
), ketika manusia lahir ia belum mempunyai diri ( self ). Diri manusia
berkembang tahap demi tahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat
lainnya. Setiap anggota baru dalam masyarakat harus mempelajari peran – peran
yang ada dalam masyarakat. Hal ini merupakan suatu proses yang disebut Mead
sebagai role taking ( pengambilan peran ). Dalam proses ini, seseorang belajar
mengetahui peran apa yang harus dijalankan dirinya dan peran apa yang
dijalankan orang lain.
Ada
tiga tahap perkembangan diri manusia. Ketiga tahap itu adalah sebagai berikut :
Ø Play Stage,
dalam tahap ini, seorang anak kecil mulai belajar mengambil peran orang – orang
yang berada disekitarnya. Ia mulai meniru peran yang dijalankan oleh orang
tuanya, kakaknya, tetangganya ataupun orang yang sering berinteraksi dengannya.
Ø Game Stage,
pada tahap ini, seorang anak tidak hanya mengetahui peran yang harus
dijalankannya, tetapi telah mengetahui peran yang dijalankan orang lain dengan
siapa ia berinteraksi. Anak tersebut sudah menyadari peran yang ia jalankan dan
peran yang dijalankan oleh orang lain.
Ø Generalized Others,
pada tahap ketiga dari sosialisasi, anak telah mampu mengambil peran – peran
orang lain yang lebih luas, tidak sekedar orang – orang terdekatnya. Dalam hal
ini, ia telah mampu berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat karena
telah memahami peran dirinya dan peran orang lain.
Dari pandangan – pandangan tersebut
Mead jelas mengatakan bahwa diri seseorang terbentuk melalui interaksi dengan
orang lain. Dalam interaksi tersebut ia mengalami proses sosialisasi.
Cooley
menganalogikan pembentukkan diri seseorang dengan cermin. Cermin selalu
memantulkan apa yang ada didepannya. Demikian pula dengan diri seseorang, ia
memantulkan apa yang dirasakannya sebagai tanggapan masyarakat terhadap
dirinya. Oleh karena itu, Cooley menyebutkan bahwa Looking – glass self terbentuk melalui tiga tahap, yaitu :
Ø Seseorang
membayangkan bagaimana perilaku atau tindakkannya tampak bagi orang lain.
Ø Seseorang
membayangkan bagaimana orang lain menilai perilaku atau tindakan itu.
Ø Seseorang
membangun konsepsi tentang dirinya berdasarkan asumsi penilaian orang lain
terhadap dirinya itu.
F.
Faktor
– faktor Pembentukkan Kepribadian[8]
Setiap orang mempunyai kepribadian.
Hanya saja kepribadian orang yang satu berbeda dengan kepribadian orang yang
lain. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni :
1. Warisan
Biologis ( keturunan )
Faktor keturunan berpengaruh terhadap
pembentukkan kepribadian. Warisan biologis menyediakan bahan mentah kepribadian
dan bahan mentah ini dapat dibentuk dengan dan dalam berbagai cara.
Semua manusia yang normal dan sehat
mempunyai persamaan biologis, seperti mempunyai panca indera, kelenjar seks dan
otak. Persamaan biologis ini membantu kita menjelaskan beberapa persamaan dalam
kepribadian dan perilaku semua orang. Namun demikian, setiap warisan biologis
seseorang juga unik. Artinya, tidak seorang pun (kecuali anak kembar )
mempunyai karakteristik fisik yang sama dengan yang lain.
Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, karakteristik fisik tertentu
menjadi suatu faktor dalam perkembangan kepribadian sesuai dengan bagaimana ia
didefinisikan dan diperlakukan dalam masyarakat dan oleh kelompok acuan
seseorang. Warisan biologis beserta perbedaan – perbedaannya tentu akan
mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang.
2. Lingkungan
Fisik ( Geografis )
Perbedaan perilaku kelompok
terutama disebabkan oleh perbedaan iklim, topografi dan sumber alam. Orang yang
hidup didaerah pegunungan yang mengembangkan pertanian akan berbeda
kepribadiannya dengan orang yang hidup ditepi pantai sebagai nelayan. Demikian
pula, orang yang hidup didaerah panas dan miskin cenderung berbeda
kepribadiannya dengan orang dari daerah yang subur dan kaya.
3. Kebudayaan
Kebudayaan merupakan keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, baik berupa gagasan, aktivitas dan
hasil dari aktivitas manusia yang digunakan untuk memahami lingkungan dan
pengalamannya, serta dijadikan pedoman hidup anggota masyarakat. Didalam
kebudayaan terkandung unsur – unsur seperti kepercayaan, mata pencaharian,
kesenian dan adat istiadat. Kebudayaan berperan dalam pembentukkan kepribadian
seseorang dan masyarakat. Setiap kebudayaan menyediakan seperangkat norma, yang
berbeda dari masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya dan mempengaruhi
kepribadian anggotanya.
4. Pengalaman
Kelompok
Masyarakat majemuk memiliki
kelompok – kelompok dengan budaya dan standar atau ukuran moral yang berbeda –
beda. Standar atau ukuran tersebut, digunakan untuk menentukan mana kepribadian
yang baik ( sesuai dengan harapan ) dan mana kepribadian yang tidak baik (
tidak sesuai dengan harapan ).
Kadang kala ukuran penilaian antar
kelompok saling berbeda. Ada kalanya seseorang dihadapkan pada model – model
perilaku yang pada saat yang sama bisa dicela, didukung, diakui atau dikutuk
oleh kelompok yang lain. Dari hal tersebut, seseorang harus mampu dan mau untuk
memilah – milahkannya.
5. Pengalaman
Unik
Menurut Paul B. Horton, pengalaman
unik mengandung pengertian bahwa tidak seorangpun mengalami serangkaian
pengalaman yang persis sama satu dengan yang lainnya dan tidak seorangpun
mempunyai latarbelakang pengalaman yang sama. Dengan demikian, pengalaman yang
unik dapat membentuk kepribadian seseorang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan
merupakan suatu proses, sebab pendidikan bukan sekedar interaksi antara anak
didik dengan pendidik dimana anak pasif, melainkan dalam pendidikan terjadi
interaksi yang kompleks antara anak didik dengan lingkungannya, baik lingkungan
personal maupun non – personal.
Manusia
sendiri pada hakikatnya merupakan pribadi yang berkembang mengikuti hukum serta
kekuatan kodrati yang telah dianugerahkan oleh Tuhan kepada pribadi itu.
Perkembangan pribadi manusia dapat terhambat ataupun tergantung oleh stimuli
lingkungannya. Fungsi pendidikan adalah memberikan kondisi yang menunjang
perkembangan segala aspek kepribadian manusia. Pendidikan hanyalah sebagai
pertolongan agar dengan potensi dan kapasitas pribadi yang ada, manusia
akhirnya dapat hidup mandiri, bertanggung jawab atas kesejahteraan orang lain.
Ditinjau
dari tujuan serta fungsi pendidikan tersebut, maka kita dapat menimba akan
pentingnya pendidikan. Pendidikan telah menjadi kebutuhan yang penting dan
disamping itu juga merupakan tanggung jawab manusia. Agar manusia dapat
mewujudkan kehidupan sejahtera, maka mereka baik yang memberikan ataupun yang
memperoleh pendidikan hendaknya memiliki pandangan serta pemahamannya tentang
kesejahteraan hidup demi tercapainya tujuan akhir pendidikan. Dengan kata lain,
perwujudan manusia menunjang pencapaian tujuan pendidikan.
Dalam
sosiologi, istilah kepribadian dikenal dengan sebutan diri ( self ).
Sosialisasi bertujuan untuk membentuk diri seseorang agar dapat bertindak dan
berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat dimana ia
tinggal.
Faktor
– faktor pembentukkan kepribadian, yaitu :
Ø Warisan
Biologis ( keturunan ).
Ø Lingkungan
Fisik ( geografis ).
Ø Kebudayaan.
Ø Pengalaman
Kelompok.
Ø Pengalaman
Unik.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Soemanto,
Wasty. 1984. Pendidikan Wiraswasta.
Bandung : Bina Aksara.
Ø Nasution.
2011. Sosiologi Pendidikan. Jakarta :
Bumi Aksara.
Ø Saifullah,
Ali. 1982. Pendidikan – Pengajaran dan
Kebudayaan. Surabaya : Usaha Nasional.
Ø Maryati,
Kun & Juju Suryawati. 2006. Sosiologi.
Jakarta : PT Gelora Aksara.
[1] Drs.Wasty
Soemanto.1984.Pendidikan Wiraswasta.Bandung.Bina Aksara.Hal : 20 – 23.
[2] Ibid. Hal : 28 -29.
[3]
Prof.Drs.Nasution,MA.2011.Sosiologi Pendidikan.Jakarta.Bumi Aksara. Hal : 138 –
139.
[4] Drs.Wasty
Soemanto.1984.Pendidikan Wiraswasta.Bandung.Bina Aksara.Hal : 78 – 80.
[5]
http://kampus.Unikom.ac.id/s/userassets.
[6]Drs.Ali
Saifullah.H.A.1982.Pendidikan-pengajaran dan Kebudayaan.Surabaya.Usaha
Nasional.Hal : 37 – 40.
[7] Kun Maryati & Juju Suryawati.2006.Sosiologi.Jakarta.PT
Gelora Aksara.Hal : 98 – 100.
[8] Ibid. Hal : 101 – 103.