Jumat, 03 Mei 2013

Sosiologi



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam suatu pendidikan jangan hanya dituangkan pengetahuan semata – mata  kepada anak didik, tetapi harus juga diperhatikan pembinaan moral, sikap dan tingkah laku. Oleh karena itu, dalam setiap pendidikan pengetahuan harus ada pendidikan moral dan pembinaan kepribadian yang sehat. Dasar dan tujuan pendidikan moral biasanya ditentukan oleh pandangan hidup dari lembaga pendidikan itu sendiri, serta juga harus sesuai dengan dasar dan tujuan negara. Kalau negara itu berdasarkan Demokrasi, maka pendidikan yang dilakukan terhadap anak – anak juga bertujuan membina jiwa demokrasi. Begitu juga halnya kalau negara itu berdasarkan Otokratis, Ketuhanan.
Karena negara kita berdasarkan Pancasila, maka pendidikan harus bertujuan mempersiapkan anak didik untuk dapat menerima Pancasila dan menjadikan Pancasila sebagai dasar hidupnya. Untuk itu, pendidikan di sekolah harus ditujukan pada anak didik kesadaran-kesadaran sebagai berikut :
Ø  Kepercayaan dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ø  Sikap dan tindakan harus sopan - santun dan berkeprimanusiaan.
Ø  Rasa cinta terhadap bangsa dan Tanah Air.
Ø  Menumbuhkan jiwa Demokratis.
Ø  Rasa keadilan, kejujuran, kebenaran dan menolong orang lain.
B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah tentang konsepsi pendidikan itu ?
2.      Apa saja tujuan dan fungsi pendidikan ?
3.      Bagaimanakah model dan peranan dalam pendidikan ?
4.      Peranan pendidikan apa saja yang digunakan dalam pembentukkan kepribadian diri seseorang itu ?
5.      Proses yang bagaimana yang digunakan dalam pembentukkan kepribadian didalam masyarakat ?
6.      Apa saja faktor – faktor yang dapat membentuk kepribadian ?

C.  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui beberapa konsepsi tentang pendidikan.
2.      Untuk mengetahui dan memahami apa saja tujuan dan fungsi pendidikan itu.
3.      Supaya kita mengetahui model dan peran dalam pendidikan.
4.      Agar kita mengerti tentang peranan pendidikan itu seperti apa.
5.      Agar kita mengetahui proses yang seperti dan bagaimana dalam pembentukkan kepribadian didalam masyarakat.
6.      Supaya mengerti tentang faktor yang dapat membentuk kepribadian seseorang itu.


















BAB II
Peranan Pendidikan dalam Proses Sosialisasi dan Pembentukkan Kepribadian
didalam Masyarakat
A.  Beberapa Konsepsi Tentang Pendidikan[1]
Masyarakat dunia termasuk di negara Indonesia telah membutuhkan pendidikan. Dilain pihak, telah ada usaha – usaha melayani kebutuhan masyarakat konsumen pendidikan itu sedemikian rupa demi kemajuan masyarakat.
Banyak pihak, baik itu masyarakat ataupun para generasi belajar  akhirnya menjadi bingung dan kecewa setelah mereka mengamati dan menikmati pendidikan kita. Bahkan mereka ada yang meragukan tentang fungsi dan arti pendidikan kita. Mereka telah mati – matian menempuh dan membiayai pendidikan, namun akhirnya tidak dapat bekerja menurut pengalaman serta lapangan kerja yang ada. Dengan pendidikan, toh mereka tidak mendapatkan atau menemukan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.
Salah satu sebab ketidakpuasan atau kekecewaan terhadap pendidikan  adalah karena simpang siurnya konsepsi pendidikan. Namun demikian, seharusnya tidak usah bingung akibat adanya berbagai konsepsi tentang pendidikan. Kebingungan semacam itu dapat mengakibatkan kekaburan  arah pekerjaan dan pendidikan.
Suatu konsepsi yang telah lazim, dianut oleh masyarakat kita mengenai pendidikan adalah konsepsi yang mengatakan, bahwa pendidikan adalah hasil peradaban suatu bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu yang diwariskan secara turun menurun dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya. Yang jelas, apabila suatu masyarakat membangun pendidikan dengan bertolak dari konsepsi pendidikan itu, maka kemajuan pendidikan akan ditentukan oleh tingkat peradaban masyarakat yang bersangkutan. Akibatnya, masyarakatlah yang memajukan pendidikan, sedangkan pendidikan itu sendiri tidak memajukan masyarakat.
Dunia pendidikan kita pernah bertolak dari konsepsi pendidikan yang dikemukakan oleh M.Y. Langeveld sebagai pemberian bimbingan dan pertolongan rohani dari orang dewasa kepada mereka yang masih memerlukannya, untuk membawa mereka ketingkat kedewasaannya. Ini berarti, bahwa pendidikan memerlukan interaksi atau pergaulan antara pendidik sebagai orang dewasa dengan anak didik sebagai pihak yang perlu dibimbing dan ditolong. Salah satu segi positif dari penggunaan konsepsi ini adalah bahwa belajar anak didik cukup terpimpin dan terarah kepada tujuan yang hendak dicapai. Problematika daripada konsep ini, antara lain :
Ø  Tujuan yang hendak dicapai itu apakah benar – benar sesuai dengan sifat dan hakikat anak didik ?
Ø  Memang berdasarkan konsepsi itu, pendidikan ditujukan agar dikemudian hari anak didik menjadi dewasa, namun seberapa pesat kemajuan usaha mendewasakan anak didik itu, sedangkan proses pendewasaan itu sendiri memerlukan interaksi dengan orang dewasa ?
Ø  Dengan tuntutan untuk selalu berinteraksi  dengan orang dewasa untuk memperoleh bimbingan dan pertolongan, apakah tidak membentuk kebiasaan pada anak didik untuk selalu tergantung ?
Menurut hemat kami, pendidikan adalah proses pengalaman yang menghasilkan  pengalaman yang memberikan kesejahteraan pribadi, baik lahiriah maupun batiniah.
Dari konsepsi  diatas, pendidikan bukan sekedar bimbingan dan bukan pula sekedar daya upaya. Pendidikan tidak selalu menuntut pelibatan orang dewasa, sebab pendidikan dapat pula dilaksanakan oleh diri kita sendiri. Pendidikan merupakan suatu proses, sebab pendidikan bukan sekedar interaksi antara anak didik dengan pendidik dimana anak pasif, melainkan dalam pendidikan terjadi interaksi yang kompleks antara anak didik dengan lingkungannya, baik lingkungan personal maupun non – personal.
Dalam batasan diatas terdapat dua perkataan pengalaman, keduanya mengandung arti atau maksud yang berbeda. Istilah pengalaman yang pertama dapat diartikan sebagai interaksi diri pribadi dengan lingkungan. Delam interaksi ini, seseorang belajar secara aktif dan interaktif dengan lingkungannya, sehingga lingkungan itu sendiri berubah dalam diri sipelajar. Istilah pengalaman yang kedua dalam rumusan konsep diatas dapat diartikan sebagai hasil daripada belajar. Dengan demikian, istilah pengalaman dapat diartikan sebagai proses dan sebagai hasil belajar. Pengalaman sebagai hasil belajar meliputi tiga aspek, yaitu :
Ø  Pengalaman yang berupa pengetahuan.
Ø  Pengalaman yang berupa ketrampilan.
Ø  Pengalaman yang berupa sikap atau nilai.
Tidak setiap hasil belajar dapat memberikan kesejahteraan bagi manusia. Dengan demikian, ada pengalaman yang membahagiakan, ada pengalaman yang menumbuhkan manusia idealis dan bahkan ada pengalaman yang menyedihkan. Dalam hal ini, pendidikan terarah kepada perwujudan kesejahteraan pribadi, baik lahiriah maupun batiniah.
Konsepsi pendidikan memang memerlukan pengkajian dilapangan. Dalam hal ini, kita perlu berfikir secara hati – hati dalam usaha mengkaji serta menerapkan sesuatu konsepsi dalam dunia pendidikan. Dilain pihak, kitapun perlu memiliki keberanian untuk mempertimbangkan serta mencoba menerapkan konsepsi pendidikan tertentu yang dirasa positif dan relevan dengan usaha – usaha pembangunan pada masa kini.
Dalam abad ke – 20 ini telah terjadi perubahan – perubahan besar mengenai konsepsi pendidikan. Akibat dari perubahan – perubahan itu membawa perubahan – perubahan pula terhadap cara mengajar – belajar disekolah khususnya, dan pada metode dan prosedur pendidikan pada umumnya. Dari cara pengajaran lama dimana murid – murid sekolah harus diajar dengan diberi pengetahuan sebanyak mungkin dalam berbagai mata pelajaran, berangsur – angsur beralih menuju ke arah penyelenggaraan sekolah progresif, sekolah kerja, sekolah komprehensif atau sekolah pembangunan dan sekolah yang menerapkan CBSA ( Cara Belajar Siswa  Aktif ). Untuk apakah semua perubahan itu? pertanyaan ini dapat dijawab secara singkat, bahwa perubahan dan pembaruan pendidikan adalah untuk mencapai tujuan pendidikan.
B.  Tinjauan Tentang Tujuan dan Fungsi Pendidikan[2]
Pada hakikatnya pendidikan itu bukan sekedar merupakan pewarisan budaya dan hasil peradaban manusia. Lebih daripada itu, pendidikan adalah daya upaya untuk menolong manusia memperoleh kesejahteraan hidup. Kesejahteraan hidup pribadi dapat dicapai apabila manusia mengalami perkembangan pribadi secara maksimal. Pendidikan dilangsungkan untuk membantu perkembangan seluruh aspek kepribadian manusia sehingga dengan demikian manusia itu dapat mengusahakan kehidupannya sendiri yang sejahtera.
Tujuan pendidikan adalah mewujudkan pribadi – pribadi mampu menopang diri sendiri ataupun orang lain, sehingga dengan demikian, terwujudlah kehidupan manusia yang sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan berusaha memberikan pertolongan agar manusia mengalami perkembangan pribadi. Untuk itu pendidikan memerlukan dan memberikan latihan – latihan karakter, kognisi serta jasmani manusia.
Manusia sendiri pada hakikatnya merupakan pribadi yang berkembang mengikuti hukum serta kekuatan kodrati yang telah dianugerahkan oleh Tuhan kepada pribadi itu. Perkembangan pribadi manusia dapat terhambat ataupun tergantung oleh stimuli lingkungannya. Fungsi pendidikan adalah memberikan kondisi yang menunjang perkembangan segala aspek kepribadian manusia. Pendidikan hanyalah sebagai pertolongan agar dengan potensi dan kapasitas pribadi yang ada, manusia akhirnya dapat hidup mandiri, bertanggung jawab atas kesejahteraan orang lain.
Ditinjau dari tujuan serta fungsi pendidikan tersebut, maka kita dapat menimba akan pentingnya pendidikan. Pendidikan telah menjadi kebutuhan yang penting dan disamping itu juga merupakan tanggung jawab manusia. Agar manusia dapat mewujudkan kehidupan sejahtera, maka mereka baik yang memberikan ataupun yang memperoleh pendidikan hendaknya memiliki pandangan serta pemahamannya tentang kesejahteraan hidup demi tercapainya tujuan akhir pendidikan. Dengan kata lain, perwujudan manusia menunjang pencapaian tujuan pendidikan.
C.  Model dan Peranan[3]
Pola kelakuan anak diperolehnya melalui proses sosialisasi, yakni dalam situasi - situasi sosial dan interaksi anak itu dengan manusia lain disekitarnya. Disamping itu ia juga memerlukan “model”, contoh atau teladan pola kelakuan itu.
Dalam masyarakat tradisional seperti terdapat di pedesaan yang terpencil, yang disebut Gemeinschaft, peranan setiap orang seperti bapak, ibu, pemuda, pemudi, pria, wanita, jelas dan dipahami oleh semua. Penyimpanan dari pola kelakuan segera mendapat teguran dan kecaman dari lingkungan sosialnya. Akan tetapi dalam masyarakat kota, yang disebut Gesellschaft, apalagi zaman modern ini, setiap orang harus menjalankan berbagai peranan menurut berbagai situasi sosial yang dihadapinya.
Dalam masyarakat tradisional orang tua menjadi teladan atau model bagi generasi muda. Model bagi kelakuan anak dalam masyarakat kota menjadi sangat kompleks. Komunikasi masa melalui radio, TV, film, menyodorkan bermacam – macam tokoh yang menjadi idaman – idaman  pemuda – pemudi .
Dalam dunia yang kian kompleks ini anak harus sanggup memainkan aneka ragam peranan dalam bermacam – macam segmen kehidupan. Untuk itu ia memerlukan berbagai model kelakuan diluar orang tua dan guru. Untuk situasi sosial yang baru akan diperlakukannya model baru pula. Dengan demikian, ia akan dapat menyesuaikan kelakuannya dengan apa yang diharapkan dari padanya dalam berbagai macam posisi dan situasi agar ia jangan mengalami kesulitan dalam hidupnya. Karena dunia senantiasa berkembang dan berubah akhirnya setiap orang harus bersedia untuk menyesuaikan peranannya yang sesuai dengan perkembangan zaman.
D.  Peranan Pendidikan
1.      Peranan Pendidikan dalam Membina Kepribadian[4]
Pendidikan pada hakikatnya adalah proses upaya sadar untuk memajukan pertumbuhan segenap potensi pribadi manusia guna mewujudkan kehidupan yang sejahtera lahir dan batin, dengan penuh rasa tanggung jawab. Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan, si subyek didik hendaknya belajar seefektif mungkin sehingga segenap potensi pribadinya  mengalami pertumbuhan. Untuk melaksanakan tugas ini, maka usaha belajar dan membelajarkan manusia dipengaruhi oleh pembawaan manusia dan lingkungannya.
Manusia membutuhkan kepribadian yang kuat untuk memajukan hidupnya. Kebutuhan itu diusahakan dipenuhi oleh adanya pendidikan. Bertolak dari pembatasan arti tentang pendidikan, maka tugas pendidikan adalah mempersiapkan individu – individu  untuk secara bertanggung jawab dapat memperoleh kesejahteraan hidup, dengan memperlengkapi kepribadian individu – individu  tersebut dengan pembinaan segenap aspek kepribadian. Oleh karena itu, pendidikan menolong individu untuk membina moral, karakter, intelektual dan keterampilan individu tersebut sehingga akhirnya mampu berdiri sendiri. Dalam rangka membina kepribadian yang demikian, pendidikan memerlukan waktu panjang dan bahkan berlangsung seumur hidup.
Konsepsi pendidikan seumur hidup (life long education) menuntut partisipasi dari berbagai pihak, bukan hanya sekolah. Sekolah melayani masing – masing  individu dalam waktu serta ruang lingkup pendidikan yang terbatas dengan kemampuan didik yang terbatas pula. Kebijaksanaan bangsa dan negara kita telah mendukung konsepsi pendidikan seumur hidup ini didalam GBHN menurut ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 jo ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Berdasarkan ketentuan nasional ini, maka kebijaksanaan negara kita menetaapkan prinsif – prinsif  berikut:
Ø  Pembangunan bangsa dan karakter nasional Indonesia dimulai dengan membangun subyek manusia Indonesia seutuhnya sebagai perwujudan manusia pancasila. Tipe kepribadian yang ideal ini menjadi cita – cita pembangunan bangsa dan watak bangsa yang menjadi tanggung jawab seluruh lembaga negara, bahkan menjadi tanggung jawab masyarakat dan seluruh warga negara untuk mewujudkannya.
Ø  Pembangunan nasinal Indonesia seutuhnya, secara khusus merupakan tanggug jawab lembaga dan usaha pendidikan nasional yang pewujudannya dilangsungkan melalui lembaga – lembaga  pendidikan, baik negeri maupun swasta. Oleh karena itu, maka konsepsi manusia Indonesia seutuhnya merupakan konsepsi dasar daripada tujuan pendidikan nasional Indosnesia.
Konsepsi pendidikan seumur hidup bertolak dari suatu keyakinan, bahwa pada hakikatnya pendidikan itu merupakan proses upaya sadar yang berlangsung sepanjang usia hidup manusia, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Dalam hubungan ini, masing – masing individu wajib untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri. Dari segi peranan dan tanggung jawab kelembagaan pendidikan merupakan kewajiban dari tiga komponen atau lembaga pendidikan, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat.
Bertolak dari uraian di atas, maka pendidikan mendukung dan memantapkan usaha perwujudan manusia Indonesia seutuhnya seperti yang digariskan oleh bangsa dan negara Indonesia. Pendidikan membantu pencapaian tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila. Dengan demikian, pendidikan manusia dan pendidikan nasional tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling mendukung dan sama – sama berusaha untuk mencapai tujuan yang sama.
2.      Pendidikan Keluarga dalam Pembentukkan Kepribadian Anak
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga masyarakat dan pemerintah. Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa pendidikan anak hanyalah tanggung jawab sekolah. Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan.  Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga. Menurut Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam perkembangan kepribadian anak  dan  mendidik anak di rumah serta fungsi keluarga/orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah.
Fungsi keluarga dalam pembentukan kepribadian dan mendidik anak di rumah antara lain :
Ø  Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
Ø  Menjamin kehidupan emosional anak
Ø  Menanamkan dasar pendidikan moral anak
Ø  Memberikan dasar pendidikan sosial
Ø  Meletakan dasar-dasar pendidikan agama
Ø  Bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak
Ø  Memberikan kesempatan belajar dengan mengenalkan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi  kehidupannya kelak sehingga ia mampu menjadi manusia dewasa yang mandiri.
Ø  Menjaga kesehatan anak sehingga ia dapat dengan nyaman menjalankan proses belajar yang utuh.
Ø  Memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama sesuai ketentuan Allah Swt, sebagai  tujuan akhir manusia.
Fungsi keluarga atau orang tua dalam mendukung pendidikan anak di sekolah :
Ø  Orang tua bekerjasama dengan sekolah.
Ø  Sikap anak terhadap sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap orang tua terhadap sekolah, sehingga sangat dibutuhkan kepercayaan orang tua terhadap sekolah  yang menggantikan tugasnya selama di ruang sekolah.
Ø  Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya,yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya.
Ø  Orang tua menunjukkan kerjasama dalam menyerahkan cara belajar  di rumah, membuat pekerjaan rumah dan memotivasi dan membimbimbing anak dalam belajar.
Ø  Orang tua bekerjasama dengan guru untuk mengatasi kesulitan belajar anak.
Ø  Orang tua bersama anak mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan dimasuki dan mendampingi selama menjalani proses belajar di lembaga pendidikan.
Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut secara maksimal, orang tua harus memiliki kualitas diri yang memadai, sehingga anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan. Artinya orang tua harus memahami hakikat dan peran mereka sebagai orang tua dalam membesarkan anak, membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang tepat, pengetahuan tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang perkembangan anak, sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola pendidikan terutama dalam pembentukan kepribadian anak. Pendampingan orang tua dalam pendidikan anak diwujudkan dalam suatu cara-cara orang tua mendidik anak. Cara orang tua mendidik anak inilah yang disebut sebagai pola asuh. Setiap orang tua berusaha menggunakan cara yang paling baik menurut mereka dalam mendidik anak. Untuk mencari pola yang terbaik maka hendaklah orang tua mempersiapkan diri dengan beragam pengetahuan untuk menemukan pola asuh yang tepat dalam mendidik anak.[5]
3.      Pendidikan adalah Pembinaan Tingkah Laku Perbuatan
Pendidikan adalah suatu proses dengan mana pembinaan tingkah laku perbuatan dilaksanakan atau dengan kata lain dengan mana manusia harus belajar berfikir, berperasaan dan bertindak lebih sempurna dan baik daripada sebelumnya. Dalam usaha mencapai tujuan tersebut, maka pendidikan harus diarahkan kepada keseluruhan aspek pribadi dan meliputi aspek jasmani, mental kerohanian maupun aspek moral. Pendidikan harus diarahkan kepada pemberian pertolongan kepada anak agar pada dirinya terdapat kemampuan untuk bertingkah atas dasar keputusan akalnya sendiri atau konsiensinya, kata hatinya sendiri.
Tingkah laku perbuatan manusia anak harus dihindarkan daripada hanya didasarkan pada penurutan secara membuta, bentuk – bentuk kebiasaan yang kaku serta prasangka – prasangka yang tidak beralasan.
Pendidikan harus diarahkan kepada anak agar padanya ada kesadaran pribadi dan kesadaran bertanggung jawab akan segala akibat tingkat perbuatannya.
4.      Pendidikan adalah Pendidikan Diri Pribadi
Setiap badan atau lembaga pendidikan, tiada terkecuali sekolah, harus berusaha mengembangkan pada diri pribadi setiap anak agar selalu menggunakan daya kemampuan inisiatif, kreatif serta aktivitasnya dan agar mendasarkan tingkah laku usahanya pimpinan kata hatinya sendiri.
Dari pendidikan maupun dari badan atau lembaga pendidikan anak harus mendapatkan kesempatan untuk belajar, memikul tanggung jawab bagi kelangsungan pendidikan dan perkembangan diri pribadinya. Tagore menyatakan bahwa pendidikan sebenarnya pendidikan diri sendiri atau diri pribadi.
5.      Pendidikan diperanankan di Berbagai Pusat Badan atau Lembaga
Sesuai dengan pandangan bahwa pendidikan tugas yang harus dilaksanakan oleh lembaga atau badan pendidikan yang diakui dan diberi hak hidup dan dilindungi Undang – Undang yang tertulis maupun yang tidak dalam kehidupan sosial tertentu. Dengan demikian, disamping lembaga pendidikan sekolah maka keluarga masyarakat dengan segala macam lembaganya menerima tugas kewajiban untuk mendidik manusia yang menjadi anggotanya, baik yang sudah dewasa maupun anak – anak. Sedangkan tugas sekolah ialah sesuai dengan tempat kedudukannya sebagai lembaga pendidikan perantara, maka haruslah merupakan lembaga pemersatu dan harus mempertinggi, menyempurnakan dan mengkoordinasikan segala usaha kerja pendidikan dari lembaga keluarga dan lembaga kemasyarakatan yang lainnya.


6.      Pendidikan diarahkan Kepada Keseluruhan Aspek Kebudayaan dan Kepribadian
Dalam melaksanakan tugas kewajibannya pendidikan, maka pendidik serta segala macam badan lembaga pendidikan yang berfungsi harus mengakui kepribadian dan menggalang adanya kesatuan segala aspek kebudayaan ethis – moral, sosial, ekonomi dan kesenian kecerdasan serta politik kewarganegaraan didalam nama manusia. Anak membutuhkan latihan dalam menggunakan kecerdasannya dan saling pengertiannya.
Dengan demikian, segala usaha pendidikan harus diarahkan kepengembangan pada diri anak manusia kesegala segi kehidupan pribadinya, baik segi mental, moral, spirit ataupun segi fisik – jasmaniahnya dan juga intelektualnya, sehingga mereka mampu mengambil bagian yang aktif dalam kehidupan sehari –hari seefektif dan seefesien mungkin. Dan dari pribadi sedemikian ini, duharapkan suatu sumbangan pengabdian terhadap terselenggaranya kesejahteraan orang lain dan menjadikan hidupnya lebih berbahagia dan baik.
Aspek – aspek kehidupan tersebut telah dirumuskan oleh Edward Spranger, sebagai berikut :
Ø  Intelektual – manusia theoretis.
Ø  Sosial – manusia pengabdi.
Ø  Estetis – manusia seni.
Ø  Politik – manusia kuasa.
Ø  Agama – manusia shaleh.
Ø  Ekonomi – manusia untung.
Dari perumusan ini, dapat disimpulkan bahwa kenyataan subyektif merupakan perwujudan pencerminan daripada kenyataan obyektif. Artinya apa yang hidup dalam batin manusia pribadi merupakan perwujudan dari kenyataan yang hidup dalam masyarakatnya.
Dari keenam lapangan hidup tersebut Prof. A. Sigit menambahkan satu lapangan hidup lagi dimana akan dibina manusia cinta kasih yaitu lapangan hidup berkeluarga sehingga menjadi tujuh lapangan hidup.
Ditinjau dari pandangannya maka dia dapat dimasukkan kepada aliran pendidikan yang kita kenal dengan aliran empirisme atau envirommentalisme, dimana menekankan pengaruh faktor lingkungan terhadap berhasilnya suatu proses pendidikan.[6]
E.  Proses Sosialisasi dan Pembentukkan Kepribadian didalam Masyarakat[7]
Menurut Yinger, kepribadian adalah keselurahan perilaku individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi. Ungkapan sistem kecenderungan tertentu tersebut menyatakan bahwa setiap orang mempunyai cara berperilaku yang khas, seperti sikap, bakat, adat, kecakapan, kebiasaan dan tindakan yang sama setiap hari. Sementara ungkapan interaksi dengan serangkaian situasi menyatakan bahwa perilaku merupakan produk gabungan dari kecenderungan perilaku seseorang dan situasi perilaku yang dihadapi seseorang. Contah, sekali waktu Andi berbohong pada orang tuanya untuk menutupi nilai ulangannya yang jelek. Karena orang tuanya percaya lain waktu Andi berbohong lagi. Tindakan berbohongnya itu ia ulangi terus menerus pada situasi yang hampir sama sehingga membentuk pola perilaku dan menjadi kepribadiannya.
Dalam sosiologi, istilah kepribadian dikenal dengan sebutan diri ( self ). Sosialisasi bertujuan untuk membentuk diri seseorang agar dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat dimana ia tinggal.
Menurut George Herbert Mead dalam bukunya Mind, Self and Society ( 1972 ), ketika manusia lahir ia belum mempunyai diri ( self ). Diri manusia berkembang tahap demi tahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lainnya. Setiap anggota baru dalam masyarakat harus mempelajari peran – peran yang ada dalam masyarakat. Hal ini merupakan suatu proses yang disebut Mead sebagai role taking ( pengambilan peran ). Dalam proses ini, seseorang belajar mengetahui peran apa yang harus dijalankan dirinya dan peran apa yang dijalankan orang lain.
Ada tiga tahap perkembangan diri manusia. Ketiga tahap itu adalah sebagai berikut :
Ø  Play Stage, dalam tahap ini, seorang anak kecil mulai belajar mengambil peran orang – orang yang berada disekitarnya. Ia mulai meniru peran yang dijalankan oleh orang tuanya, kakaknya, tetangganya ataupun orang yang sering berinteraksi dengannya.
Ø  Game Stage, pada tahap ini, seorang anak tidak hanya mengetahui peran yang harus dijalankannya, tetapi telah mengetahui peran yang dijalankan orang lain dengan siapa ia berinteraksi. Anak tersebut sudah menyadari peran yang ia jalankan dan peran yang dijalankan oleh orang lain.
Ø  Generalized Others, pada tahap ketiga dari sosialisasi, anak telah mampu mengambil peran – peran orang lain yang lebih luas, tidak sekedar orang – orang terdekatnya. Dalam hal ini, ia telah mampu berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat karena telah memahami peran dirinya dan peran orang lain.
Dari pandangan – pandangan tersebut Mead jelas mengatakan bahwa diri seseorang terbentuk melalui interaksi dengan orang lain. Dalam interaksi tersebut ia mengalami proses sosialisasi.
Cooley menganalogikan pembentukkan diri seseorang dengan cermin. Cermin selalu memantulkan apa yang ada didepannya. Demikian pula dengan diri seseorang, ia memantulkan apa yang dirasakannya sebagai tanggapan masyarakat terhadap dirinya. Oleh karena itu, Cooley menyebutkan bahwa Looking – glass self terbentuk melalui tiga tahap, yaitu :
Ø  Seseorang membayangkan bagaimana perilaku atau tindakkannya tampak bagi orang lain.
Ø  Seseorang membayangkan bagaimana orang lain menilai perilaku atau tindakan itu.
Ø  Seseorang membangun konsepsi tentang dirinya berdasarkan asumsi penilaian orang lain terhadap dirinya itu.
F.   Faktor – faktor Pembentukkan Kepribadian[8]
Setiap orang mempunyai kepribadian. Hanya saja kepribadian orang yang satu berbeda dengan kepribadian orang yang lain. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni :

1.      Warisan Biologis ( keturunan )
Faktor keturunan berpengaruh terhadap pembentukkan kepribadian. Warisan biologis menyediakan bahan mentah kepribadian dan bahan mentah ini dapat dibentuk dengan dan dalam berbagai cara.
Semua manusia yang normal dan sehat mempunyai persamaan biologis, seperti mempunyai panca indera, kelenjar seks dan otak. Persamaan biologis ini membantu kita menjelaskan beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku semua orang. Namun demikian, setiap warisan biologis seseorang juga unik. Artinya, tidak seorang pun (kecuali anak kembar ) mempunyai karakteristik fisik yang sama dengan yang lain.
Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, karakteristik fisik tertentu menjadi suatu faktor dalam perkembangan kepribadian sesuai dengan bagaimana ia didefinisikan dan diperlakukan dalam masyarakat dan oleh kelompok acuan seseorang. Warisan biologis beserta perbedaan – perbedaannya tentu akan mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang.
2.      Lingkungan Fisik ( Geografis )
Perbedaan perilaku kelompok terutama disebabkan oleh perbedaan iklim, topografi dan sumber alam. Orang yang hidup didaerah pegunungan yang mengembangkan pertanian akan berbeda kepribadiannya dengan orang yang hidup ditepi pantai sebagai nelayan. Demikian pula, orang yang hidup didaerah panas dan miskin cenderung berbeda kepribadiannya dengan orang dari daerah yang subur dan kaya.
3.      Kebudayaan
Kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, baik berupa gagasan, aktivitas dan hasil dari aktivitas manusia yang digunakan untuk memahami lingkungan dan pengalamannya, serta dijadikan pedoman hidup anggota masyarakat. Didalam kebudayaan terkandung unsur – unsur seperti kepercayaan, mata pencaharian, kesenian dan adat istiadat. Kebudayaan berperan dalam pembentukkan kepribadian seseorang dan masyarakat. Setiap kebudayaan menyediakan seperangkat norma, yang berbeda dari masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya dan mempengaruhi kepribadian anggotanya.

4.      Pengalaman Kelompok
Masyarakat majemuk memiliki kelompok – kelompok dengan budaya dan standar atau ukuran moral yang berbeda – beda. Standar atau ukuran tersebut, digunakan untuk menentukan mana kepribadian yang baik ( sesuai dengan harapan ) dan mana kepribadian yang tidak baik ( tidak sesuai dengan harapan ).
Kadang kala ukuran penilaian antar kelompok saling berbeda. Ada kalanya seseorang dihadapkan pada model – model perilaku yang pada saat yang sama bisa dicela, didukung, diakui atau dikutuk oleh kelompok yang lain. Dari hal tersebut, seseorang harus mampu dan mau untuk memilah – milahkannya.
5.      Pengalaman Unik
Menurut Paul B. Horton, pengalaman unik mengandung pengertian bahwa tidak seorangpun mengalami serangkaian pengalaman yang persis sama satu dengan yang lainnya dan tidak seorangpun mempunyai latarbelakang pengalaman yang sama. Dengan demikian, pengalaman yang unik dapat membentuk kepribadian seseorang.












BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan merupakan suatu proses, sebab pendidikan bukan sekedar interaksi antara anak didik dengan pendidik dimana anak pasif, melainkan dalam pendidikan terjadi interaksi yang kompleks antara anak didik dengan lingkungannya, baik lingkungan personal maupun non – personal.
Manusia sendiri pada hakikatnya merupakan pribadi yang berkembang mengikuti hukum serta kekuatan kodrati yang telah dianugerahkan oleh Tuhan kepada pribadi itu. Perkembangan pribadi manusia dapat terhambat ataupun tergantung oleh stimuli lingkungannya. Fungsi pendidikan adalah memberikan kondisi yang menunjang perkembangan segala aspek kepribadian manusia. Pendidikan hanyalah sebagai pertolongan agar dengan potensi dan kapasitas pribadi yang ada, manusia akhirnya dapat hidup mandiri, bertanggung jawab atas kesejahteraan orang lain.
Ditinjau dari tujuan serta fungsi pendidikan tersebut, maka kita dapat menimba akan pentingnya pendidikan. Pendidikan telah menjadi kebutuhan yang penting dan disamping itu juga merupakan tanggung jawab manusia. Agar manusia dapat mewujudkan kehidupan sejahtera, maka mereka baik yang memberikan ataupun yang memperoleh pendidikan hendaknya memiliki pandangan serta pemahamannya tentang kesejahteraan hidup demi tercapainya tujuan akhir pendidikan. Dengan kata lain, perwujudan manusia menunjang pencapaian tujuan pendidikan.
Dalam sosiologi, istilah kepribadian dikenal dengan sebutan diri ( self ). Sosialisasi bertujuan untuk membentuk diri seseorang agar dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat dimana ia tinggal.
Faktor – faktor pembentukkan kepribadian, yaitu :
Ø  Warisan Biologis ( keturunan ).
Ø  Lingkungan Fisik ( geografis ).
Ø  Kebudayaan.
Ø  Pengalaman Kelompok.
Ø  Pengalaman Unik.
DAFTAR PUSTAKA
Ø  Soemanto, Wasty. 1984. Pendidikan Wiraswasta. Bandung : Bina Aksara.
Ø  Nasution. 2011. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Ø  Saifullah, Ali. 1982. Pendidikan – Pengajaran dan Kebudayaan. Surabaya : Usaha Nasional.
Ø  Maryati, Kun & Juju Suryawati. 2006. Sosiologi. Jakarta : PT Gelora Aksara.


[1] Drs.Wasty Soemanto.1984.Pendidikan Wiraswasta.Bandung.Bina Aksara.Hal : 20 – 23.
[2] Ibid. Hal : 28 -29.
[3] Prof.Drs.Nasution,MA.2011.Sosiologi Pendidikan.Jakarta.Bumi Aksara. Hal : 138 – 139.
[4] Drs.Wasty Soemanto.1984.Pendidikan Wiraswasta.Bandung.Bina Aksara.Hal : 78 – 80.
[5] http://kampus.Unikom.ac.id/s/userassets.
[6]Drs.Ali Saifullah.H.A.1982.Pendidikan-pengajaran dan Kebudayaan.Surabaya.Usaha Nasional.Hal : 37 – 40.
[7] Kun Maryati & Juju Suryawati.2006.Sosiologi.Jakarta.PT Gelora Aksara.Hal : 98 – 100.
[8] Ibid. Hal : 101 – 103.

1 komentar:

charity white mengatakan...

Halo,
Ini untuk memberi tahu masyarakat bahwa Nyonya Charity White, pemberi pinjaman swasta memiliki kesempatan finansial untuk semua orang yang membutuhkan bantuan keuangan, membayar tagihan, untuk berinvestasi dalam bisnis baru atau untuk meningkatkan bisnis Anda. Kami memberikan pinjaman dengan bunga sebesar 2% kepada perusahaan dan perorangan. Ini tidak memerlukan banyak dokumen, juga syarat dan ketentuan yang jelas dan peka. Hubungi kami via e-mail: (charitywhitefinancialfirm@gmail.com) Kami akan memberikan layanan terbaik kami.

Posting Komentar